Memahami isthitho’ah dalam makna haji dan umroh itu pemahaman yang harus dipahami oleh kita sangat amat luar biasa. Bahasa Arab yang sangat luas tidak bisa dipahami dengan bahasa Indonesia yang terkadang memaknakan bahasa Arab yang sangat sangat brilian. Ini kurang tepat maka istiqomah dalam bahasa arab itu adalah kesanggupan kemampuan keyakinan total untuk melakukan perjalanan umroh dan haji.
Caranya strateginya apapun wasilahnya untuk berangkat ke sana. Itu maknanya isthitho’ah ada yang berangkat dengan jalan kaki menyiapkan segalanya. Sirahnya pun lengkap di kitab Shohih Muslim.
Kisahnya adalah berawal dari pertemuaannya dengan ‘Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ أُسَيْرِ بْنِ جَابِرٍ قَالَ كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أَمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ فَقَالَ أَنْتَ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ قَالَ نَعَمْ . قَالَ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ قَالَ نَعَمْ.
قَالَ فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأْتَ مِنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ لَكَ وَالِدَةٌ قَالَ نَعَمْ
Dari Usair bin Jabir, ia berkata, ‘Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia bertanya, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin ‘Amir?” Sampai ‘Umar mendatangi ‘Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah Uwais bin ‘Amir?” Uwais menjawab, “Iya, benar.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod, dari Qarn?” Uwais menjawab, “Iya.”
Umar bertanya lagi, “Benar engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham.”
Uwais menjawab, “Iya.”
Umar bertanya lagi, “Benar engkau punya seorang ibu?”
Uwais menjawab, “Iya.”
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « يَأْتِى عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ ». فَاسْتَغْفِرْ لِى. فَاسْتَغْفَرَ لَهُ. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ الْكُوفَةَ. قَالَ أَلاَ أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا قَالَ أَكُونُ فِى غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَىَّ
Umar berkata, “Aku sendiri pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”
Umar pun berkata, “Mintalah pada Allah untuk mengampuniku.” Kemudian Uwais mendoakan Umar dengan meminta ampunan pada Allah.
Umar pun bertanya pada Uwais, “Engkau hendak ke mana?” Uwais menjawab, “Ke Kufah”.
Umar pun mengatakan pada Uwais, “Bagaimana jika aku menulis surat kepada penanggung jawab di negeri Kufah supaya membantumu?”
Uwais menjawab, “Aku lebih suka menjadi orang yang lemah (miskin).”
قَالَ فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ فَوَافَقَ عُمَرَ فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسٍ قَالَ تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ قَلِيلَ الْمَتَاعِ. قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « يَأْتِى عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ ».
Tahun berikutnya, ada seseorang dari kalangan terhormat dari mereka pergi berhaji dan ia bertemu ‘Umar. Umar pun bertanya tentang Uwais. Orang yang terhormat tersebut menjawab, “Aku tinggalkan Uwais dalam keadaan rumahnya miskin dan barang-barangnya sedikit.” Umar pun mengatakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”
فَأَتَى أُوَيْسًا فَقَالَ اسْتَغْفِرْ لِى. قَالَ أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ فَاسْتَغْفِرْ لِى. قَالَ اسْتَغْفِرْ لِى. قَالَ لَقِيتَ عُمَرَ قَالَ نَعَمْ. فَاسْتَغْفَرَ لَهُ
Orang yang terhormat itu pun mendatangi Uwais, ia pun meminta pada Uwais, “Mintalah ampunan pada Allah untukku.”
Uwais menjawab, “Bukankah engkau baru saja pulang dari safar yang baik (yaitu haji), mintalah ampunan pada Allah untukku.”
Orang itu mengatakan pada Uwais, “Bukankah engkau telah bertemu ‘Umar.”
Uwais menjawab, “Iya benar.” Uwais pun memintakan ampunan pada Allah untuknya.
فَفَطِنَ لَهُ النَّاسُ فَانْطَلَقَ عَلَى وَجْهِهِ
“Orang lain pun tahu akan keistimewaan Uwais. Lantaran itu, ia mengasingkan diri menjauh dari manusia.” (HR. Muslim no. 2542)
Dikatakan itulah Uwais Al Qorny zaman hari ini sudah banyak melakukan isthitho’ah dengan berbagai macam cara. Dahulu isthitho’ah dengan pesawat dan kapal laut. Ada lagi isthitho’ah naik pesawat itu dengan biaya yang lumayan dengan antrian yang cukup lama.
Hari ini kita banyak menemukan ada abah landung dari Bandung. Umur 75 tahun dia naik sepeda 7 bulan ke mekah. Ada lagi saudara kita dari Magelang naik sepeda juga ada yang jalan kaki dari Jawa timur, maka makna istitha’ah adalah keyakinan total untuk datang menuntaskan rukun islam kelima. Di hadapan tempat allah paling mustajab di muka bumi yang salat satu rakaat aja pahalanya 100.000 kali di luar Ramadhan.
Dan setiap hari solat kita 5 waktu, wajah kita diri kita sudah menghadapkan diri kita ke kiblat kiblatnya adalah maka betul muka roma titik sentral peradaban masjid yang akan menjadi tempat utama untuk melakukan tawaf dan sai dalam amalan umroh. Maka haji dan umroh itu adalah istri tua maknawiyah.
Siapapun bisa berangkat, maka yang ada awalnya adalah niat rukunnya adalah niat. Maka dari sejak balik niatkan untuk berangkat ke sana sebutkan pengen tahun berapa maka akan banyak cara untuk berangkat sana. Ada yang berangkat dengan doa. Setiap sholat 5 waktu nggak pernah putus doa minta diberangkatkan haji. Bismillah dia akan berangkat.
Ada yang berangkat dengan tahajud tiap malam ada yang berangkat dengan dhuha tiap hari ada yang berangkat dengan haji abidin. Biaya dinas ada yang berangkat di berangkatkan orang tuanya ada yang diberangkatkan oleh anaknya, ada yang diberangkatkan oleh saudaranya, ada yang diberangkatkan oleh sepupunya, ada yang di berangkatkan oleh keluarga jauhnya ada kyai diberangkatkan oleh jamaahnya.
Ada jamaah yang diberangkatkan oleh patungan jamaah lain. Ada kyai diberangkatkan oleh satu orang umatnya macam macam. Maka istiqomah itu adalah cara berangkat yang rahasianya Ilahi, kita putus keyakinan total jangan dimaknai isthitho’ah itu adalah kemampuan finansial dan ini yang salah besar.
Kesiapan berangkat itu adalah ada ribuan cara. Maka yakin total bisa berangkat sana. Itu yang sudah ditanam dari awal adalah rukun umroh itu hanya 2 niat dan isthitho’ah untuk berangkat ke sana. Maka niatnya yang harus dibawa, awalkan dulu ketika niatnya benar disnilah akan berangkat dengan cara Illahi.
Yuk pahami secara batiniah secara isthitho’ah itu maknanya adalah kesanggupan untuk melakukan berangkat ke Masjidil haram, baik umroh ataupun haji. Dengan memaknainya bukan dengan finansial. Ada yang dengan fisiknya jalan kaki ada yang bersepeda, ada yang naik motor, ada yang bawa mobil sekeluarga, ada yang naik kapal laut, ada yang naik pesawat, ada yang diberangkatkan oleh ayahnya, ada yang diberangkatkan oleh orang tuanya, ada yang diberangkatkan oleh perusahaannya, ada yang diberangkatkan dengan biaya dinas, ada yang diberangkatkan dengan ribuan cara, maka maknai isthitho’ah adalah keberangkatan. Dengan cara Allah dan allah akan punya cara terbaik asal kita yakin kepada Allah Subhana Wata’ala.